Idul Fitri merupakan bentuk penghargaan (award) Allah kepada kaum
Muslimin. Penghargaan tersebut diberikan setelah sebulan penuh kaum
Muslimin berada dalam ketaatan, kesulitan dan kekonsistenan menjalankan
ibadah puasa.
Melalui penghargaan tersebut diharapkan kaum Muslimin keluar dari
rutinitas pendidikan jasmani dan rohani mendalam yang cukup melelahkan
untuk keluar menuju kegembiraan dan kebahagiaan, namun tetap dalam
lingkaran ketaatan dan takwa.
Kegembiraan kaum Muslimin dalam merayakan Idul Fitri harus mencerminkan
tiga pilar, yaitu ketaatan, kegembiraan dan silaturrahim. Sedangkan
kegembiraan dalam Idul Adha harus pula mencerminkan tiga pilar yang
berbeda, yaitu kegembiraan, ketaatan dan solidaritas sosial.
Kegembiraan dalam Islam sama sekali tidak identik dengan hura-hura,
pelampauan batas dan kemaksiatan karena tiga pilar terakhir tersebut
bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Islam.
Sedemikian pentingnya keluar dari rutinitas puasa dan memasukkan
kegembiraan kepada kaum fakir-miskin sampai-sampai Allah SWT
mengharamkan puasa pada hari pertama Idul Fitri dan Idul Adha. Hal
tersebut untuk memberikan penyadaran bahwa Idul Fitri dan Idul Adha
merupakan "jamuan ketuhanan akbar" yang diberikan oleh Allah SWT kepada
semua manusia.
Lebih dari itu, agar manusia secara terus menerus sadar bahwa berbagai
makanan yang dikonsumsinya setiap hari sejatinya merupakan jamuan,
anugerah dan karunia Allah SWT.
Pada Hari Raya Fitri, Rasulullah SAW memerintahkan kepada anak-anak dan
kaum wanita bahkan yang "berhalangan" sekalipun untuk keluar bersama
kaum lelakinya melaksanakan shalat Eid di tempat terbuka dan
mengumandangkan takbir sebagai bentuk syiar Islam dan simbol kebahagiaan
dalam beragama. Allah SWT berfirman, "Dan hendaklah kalian mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur."
(QS. Al-Baqarah: 185).
Pada hari tersebut, Rasulullah juga memerintahkan kaum Muslimin untuk
saling mengucapkan selamat; bersilaturrahim; mengunjungi orang tua;
bermaaf-maafan; memberikan kebahagiaan kepada keluarga, teman, kerabat,
tetangga dan fakir-miskin; serta menyelenggarakan berbagai pertemuan
yang dapat memperbarui sikap kasih sayang dan saling mencintai antar
sesama.
Islam sesungguhnya telah memberikan berbagai media agar kaum Muslimin
saling bertemu dan meningkatkan rasa kasih dan sayang serta persatuan
dan kesatuan di antara mereka melalui shalat berjamaah setiap hari,
shalat Jumat setiap pekan, dan shalat Idul Fitri-Idul Adha tiap tahun.
Namun, pada umumnya manusia enggan memanfaatkan kesempatan harian dan
mingguan, malah sebaliknya menunggu-nunggu momentum hari raya yang
datangnya hanya setahun sekali. Padahal, jika kaum Muslimin memanfaatkan
dengan baik kesempatan shalat berjamaah harian dan shalat Jumat
mingguan, niscaya tidak perlu menunggu momentum silaturahim tahunan
kepada sesamanya.
Hal tersebut dipastikan akan lebih efektif dalam menghapus kesalahan dan
dosa serta semakin menumbuhkan sikap saling percaya diri, kasih-sayang,
persatuan dan kesatuan di antara mereka. Wallahua’lam.